Kamis, 12 Mei 2016

BAB ISTISNA’







 BAB ISTISNA’ 

A.   PENGERTIAN
Istisna’ menurut bahasa adalah pengecualian, sedangkan menurut istilah adalah mengecualikan suatu perkara setelah adanya lafadz إلا atau saudara-saudaranya إلا. Atau bisa juga diartikan dengan mengkhususkan sifat yang umum dengan di tengah-tengahi oleh salah satu adat dari beberapa adat istisna’.
Adapun uslub istisna’ itu tersusun atas 3 pokok, yaitu adat istisna’, مستثنى dan مستثنى منه. Maksud dati adat istisna’ adalah alat atau perantara yang digunakan untuk mengecualikan. Maksud dari مستثنى adalah lafadz yang dikecualikan atau lafadz yang jatuh setelah adat istitsna’, sedangkan   مستثنى منهadalah lafadz yang  mengeluarkan atau lebih mudahnya yaitu lafadz yang jatuh sebelum adat istitsna’.
 Misalkan جاء القوم إلا زيدا lafadz جاء  kedudukannya sebagai mahkum bih (yang menghukum atau hukum), sedangkan mahkum alainya (yang dihukumi) atau yang dihukumi datang adalah lafadz القوم. Nah, terus manakah yang dinamakan مستثنى  dan مستثنى منه?.... sesuai dengan pengertian/devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa مستثنى nya adalah lafadz زيدا , sedangkan مستثنى منه nya adalah lafadz القوم .
Namun, selain imam kuffah dan imam bagdad ada yang membolehkan bahwa mustatsna minu boleh di akhir atau setelah adat istisna’, sedangkan amilnya tetap di awal. Misalnya,  ماجاءإلاخالداأحدٌ. Lafadz خالدا kedudukannya sebagai istisna’ dengan إلا dan lafadz أحدٌ nya berkedudukan sebagai fa’il. Atau kalimat  ماجاء إلاخالدٌ أحدٌ. Lafadz خالدٌ kedudukannya menjadi fa’il dari lafadz جاء, dan lafadz أحدٌ  kedudukannya menjadi badal dari lafadz خالدٌ. Jumlah di atas masuk pada jenis istisna yang kalam tam manfi, yang mana keterangannya akan dijelaskan pada bagian macam-macam istisna’.

B.   HURUF-HURUF ISTITSNA’
Huruf-huruf istitsna’ ada 8, namun dapat kita simpulkan menjadi 4 sesuai dengan fungsi dan faidahnya, yaitu:
1.      Kalimat huruf, yaitu إلا
2.      Kalimat isim, yaitu غير, سِوى, سُوى, سَواء
3.      Kalimat fi’il, yaitu ليس  dan لايكون
4.      Kalimat taroddud antara fi’il dan huruf, yaitu خلا, عدا, حاش. Untuk kalimat حاش sering biasanya digunakan sebagai kalimat huruf.
Sebagai tambahan, jika yang dimaksud huruf istisna’ berupa kalimat isim, maka lafadz yang jatuh setelahnya dibaca majrur karena menjadi mudhof ilaihnya. Sedangkan jika yang dimaksud adalah fi’il, maka lafadz yang jatuh setelahnya berkedudukan menjadi maf’ul bihnya. Dan jika yang dimaksud adalah kalimat fi’il naqish yang sesuai di atas, maka lafadz yang jatuh setelahnya adalah menyesuaikan kedudukan/amil yang sesuai dengannya.
C.   KRITERIA ISTISNA’
Pada bab istisna’ ini tedapat beberapa kriteria, diantaranya:
1.      Pengecualian itu harus menggunakan isim ma’rifat/isim nakiroh yang berfaidah. Ciri-ciri nakirih mufidah diantaranya:
a.       Jika diidhofahkan
Contohnya, جاء القوم إلا رجلَ سوءٍ  
b.      Jika disifati
Contohnya, جاء القوم إلا رجلا مريضا
c.       Jika bergabung dengan kalimat lain dapat diketahui maknanya
Contohnya, فَلَبِثَ فيْهم أَلْفَ سَنَةٍ إلا خمسين عاما (العنكبوت:14)
d.      Jika ada keterkaitan/didahului oleh nafi, nahi, ataupun isstifham inkary. Contohnya, ما جاء القوم إلا حمار
2.      Adanya keterkaitan antara mustasna dan mustasna minhu, diantaranya:
a.       Adakalanya yang dikecualikan itu sedikit dari yang banyak
b.      Adakalanya yang dikecualikan itu banyak dari yang lebih banyak
c.       Adakalanya yang dikecualikan itu setengah dari asalnya. Misalnya, له عليٌ عشرةٌ إلا خمسةً , ياأيهاالمزمّل. قمِ الليلَ إلا قليلا نصفَه (المزمّل:1-2)
D.   JENIS-JENIS ISTISNA’
Jenis-jenis istisna’ terbagi menjadi 2, yaitu muttashil dan munqoti’:
a.       Muttashil adalah lafadz yang mustasna dan mustasna minhunya sejenis, atau biasa disebut dengan istisna’ haqiqi, dan berfaidah menghususkan sesuatu yang umum. Misalnya, جاء القوم إلا رجلا   مريضا , lafadz  رجلا مريضا sejenis dengan lafadz القوم, yaitu sama-sama makhuluq berakalnya.
b.      Munqoti’ adalah istisna’ yang mustasna dan mustasna minhunya tidak sejenis dan berfaidah pembentukan bukan penghususan, dan munqoti’ itu seperti bermakna لكن  (tetapi). Misalnya, pada ayat alqu’an:
. ماأنزل عليك القرآنَ لِتشقي * إلا تذكرةً لمن يخشى (طه:2-3)  أي: لكن أنزلناه تذكرةً لمن يخشى    
فذكِّر إنما أنت مذكّرٌ * إلا مَن تولىَّ وكفر * فيُعذِّبه الله العذاب الأكبرَ ( الغاشية: 21-24) أي لكن تولىَّ و كفر.
Dari kedua jenis tersebut dapat diketahui perbedaannya selain dari makna juga dari macam atau bentuk kalimatnya, yang akan dibahas sebagai berikut.
E.   MACAM-MACA ISTISNA’
Macam-macam istisna’ ada 3, yaitu:
1.      Kalam tam mujab
Kalam tam mujab adalah kalimat yang didalamnya disebutkan mustasna dan mustasna minhunya namun tidak didahului oleh maa nafi atau shibhun nafi, syibhun nafi terdiri dari laa nafi atau istifham inkary.
 Misalnya,/ ينجح إلاالكسول التلاميذُ   ينجح التلاميذُ إلا الكسولَ .
2.      Kalam tam manfi
Kalam tam manfi adalah kalimat yang didalamnya disebutkan mustasna dan mustasna minhunya serta didahului oleh ma nafi atau shibhun nafi. Misalnya:
-          ماجاء القوم إلاعليٌ/عليًّا  (contoh yang maa nafi)
-          لا يقمْ أحدٌ إلا سعيدٌ/سعيدًا (contoh yang laa nafi)
-          هل فعل هذا الرجلُ إلا أنتَ/إيَّاك (contoh yang istifham)
3.      Kalam naqish
Kalam naqish adalah  kalimat yang tidak disebutkan mustasna minhunya, serta wajib disertai/didahului oleh maa nafi atau syibhu nafi. Misalnya, ما جاء إلا عليٌّ
D. HUKUM-HUKUM ISTISNA’
Hukum-hukum istisna’ sesuai dengan adat istisna’nya, yaitu:
1.      Istisna’ dengan إلا
-          Kalam tam mujab
Pada kalam tam mujab hukum mustasna minhunya wajib dibaca nashob. Misalnya ينجح التلاميذُ إلا الكسولَ . lafadz الكسولَ wajib dibaca nashob karena menjadi istisna’, baik yang muttashil maupun yang munqoti’
-          Kalam tam manfi
Pada kalam tam manfi hukum mustasna minhunya ada 2, yaitu boleh dibaca rofa’ dan juga boleh dibaca nashob:
·         Jika dibaca nashob maka mustasna minhunya sebagai istisna’. Misalanya,  . ماجاء القوم إلا زيدا
Tetapi mustasna minhunya juga bisa berkedudukan sebagai badal. Misalnya, ما رأيتُ القومَ إلا زيدا  lafadz زيدا  bisa berkedudukan sebagai istisna’ juga bisa berkedudukan sebagai badal dari lafadz القومَ
·         Jika dibaca rofa’ maka kedudukannya sebagai badal. Misalnya, عليٌّ   ماجاء القوم إلا  lafadz  عليٌّ    berkedudukan sebagai badal dari lafadz القوم
Pada kalam tam manfi terdapat perbedaan bacaan antara bacaan Banu Tamim dan Jumhur Ulama’, yaitu:
·         Menurut Banu Tamim, kalimat yang berjenis muttashil dan munqoti’ sama-sama harus dibaca manshub. Misalnya:
a.       ما قام القوم إلا زيدا ( kalam berjenis muttashil)
b.      ما قام القوم إلا حمارا (kalam berjenis munqoti’)
·         Menurut Jumhur Ulama’, ada perbedaan bacaan antara kalam yang berjenis muttashil dan kalam yang berjenis munqoti’, yaitu:
a.       Kalam yang berjenis muttashil, maka mustasnanya boleh di baca rofa’ dan boleh dibaca nashob. Ketika dibaca rofa’ maka mustasnanya berkedudukan sebagai badal, sedangkan ketika dibaca nashob maka mustasnanya bisa berkedudukan sebagai istisna’ ataupun menjadi badal dari mustasna minhunya . Misalnya:
 ما جاء القوم إلا زيدٌ :  lafadz زيدٌ berkedudukan sebagai badal
ما جاء القوم إلا زيدا :  lafadz زيدا  berkedudukan sebagai istisna’
ما رأيتُ القوم إلا زيدا  : lafadz زيدا berkedudukan sebagai istisna’ atau bisa juga sebagai badal
b.      Kalam yang berjenis munqoti’, maka mustasnanya wajib dibaca nashob saja. Misalnya, ماخاء القوم إلا حمارا
-          Kalam naqish
Pada kalam naqish hukum mustasnanya          adalah sesuai dengan amilnya. misalnya, ولا تقولوا على الله إلا الحقَّ (النساء: 171) lafadz الحقَّ kedudukannya sebagai maf’ul bih, atau contoh yang mustasnanya berkedudukan sebagai fa’il adalah هل يهلك القومُ الفاسقون (الأحقاف: 35), ada juga yang nafinya ma’nawy contohnya, ويأْبى الله إلا أن يُتِمَّ نورَهُ (التوبة: 32) لأن معنى يأْبى: لا يريد
2.      Istisna’ dengan غير, سِوى, سُوى, سَواء
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah غير, سِوى, سُوى, سَواء adalah majrur atau menjadi mudhof ilaih dari adat tersebut. Sedangkan, adat istisna’nya beri’rob/berhukum sesuai dengan mustasna dengan إلا . misalkan:
-          Pada kalam tam mujab
جاءالقومُ غيرَ خالدٍ  dibaca غير dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’
-          Pada kalam tam manfi
ما جاء القوم غيرَ خالدٍ  dibaca غيرَ dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’, atau dibaca
ماجاء القومُ غيرُ خالدٍ  dibaca غيرُ dengan mendhommah huruf ro’ karena menjadi badal dari lafadz القومُ
-          Pada kalam naqish
ما جاءغيرُ خالدٍ lafadz  غيرُdengan mendhommah huruf ro’nya karena menjadi fa’il
ما رأيتُ غيرَ خالدٍ  lafadz غيرَ dengan menfathah huruf ro’nya karena menjadi maf’ul bih. Tidak dikatakan istisna’ karena jumlah ini termasuk kalam naqish yang tidak disebutkan mustasna minhunya
مررتُ بغيرِ خالدٍ  lafadz غير dengan mengkasroh huruf ro’nya karena majrur oleh huruf jar
3.      Istisna’ dengan ليس  dan لايكون
Hukum mustsna/lafadz yang jatuh setelah ليس  dan لايكون adalah wajib manshub karena menjadi khobar dari kedua lafadz tersebut. Misalkan, جاء القوم ليس خالدا / جاء القوم لا يكون خلدا . lafadz خالدا dinashobkan karena menjadi khobar, baik khobar dari lafadz ليس maupun lafadz لا يكون yang mana isimnya itu tesimpan yang kembali ke mustasna minhunya.
4.      Istisna’ dengan خلا, عدا, حاش
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah lafadz خلا, عدا, حاش  adalah boleh dibaca nashob atau dibaca majrur
-          Jika dibaca fathah maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai kalimat fi’il madhi dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut maf’ul bih. Misalkan, قام القومُ عدا زيدا
-          Jika dibaca majrur maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai huruf jar tambahan dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut majrur. Misalkan, قام القوم عدا زيدٍ
Lafadz خلا dan  عداpaling banyak menashobkan mustasna dan sedikit memajrurkan mustasnanya. Sedangkan lafadz  حاش paling banyak memajrurkan mustasnanya dan sedikit menashobkan mustasnanya.
Keterangan tambahan:
Mustasna boleh dibaca majrur dengan ketentuan:
1.      Huruf jarnya itu harus asli bukan tambahan.
Misalnya, ما أخذتُ الكتابَ من أحدٍ إلا خالدٍ
Sedangkan yang dimaksud dengan huruf tambahan adalah seperti contoh berikut, ماجاءني من أحدٍ إلا خالدًا/خالدٌ lafadz خالد tidak boleh dibaca majrur karena huruf jarnya adalah huruf tambahan. Kemudian, lafadz خالد dibaca manshub karena menjadi istisna’ dengan إلا, sedangkan ketika dibaca marfu’ lafadz خالد berkedudukan menjadi badal dari lafadz أحدٍ, lafadz أحدٍ berkedudukan menjadi fa’il yang bermahal rofa’.
2.      Huruf jarnya tidak boleh diulang-ulang
Contoh, مامررتُ بأحدٍ إلا بخالدٍ   contoh disamping adalah salah yang benar adalah ما مررتُ بأحد إلا خالدٍ .
F.    SYIBHUN ISTISNA’
Lafadz-lafadz yang menyerupai istisna’ adalah لا سيّما  dan بيدَ :
1.      Lafadz لا سيّما  
Lafadz لا سيّما adalah kalimat yang tersusun dari lafadz;
-          لا : laa nafiyah lil jinsi
-          سيّ: isim
-          ما : mempumpunyai 3 keadaan:
·         Huruf ما berupa huruf tambahan, pada keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah lafadz لا سيّما dibaca majrur, kedudukannya menjadi mudhof pada lafadz سيّ.
Misalkan, لا سيّما تلميذٍ مثلِك
·         Huruf ما berupa isim sifat yang disandarkan, dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca marfu’,kedudukannnya menjadi khobar yang mubtada’nya dibuang dengan mengira-ngirakan lafadz هو .
Misalkan, لا سيّما تلميذٌ مثلُك
·         Huruf  ما  berupa isim yang bersandar pada lafadz سيّ , dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca manshub, kedudukannya menjadi tamyiz ( dengan syarat isimnya nakiroh).
Misalkan, لا سيّما تلميذًا مثلَك
2.      Lafadz بيدَ
Lafadz بيدَ adalah isim yang tetap dibaca nashob karena menjadi istisna’. Dan dapat ditemukan pada jenis istisna’ yang munqoti’. Lafadz بيد itu harus bersandar pada masdar muawwal yaitu yang dapat menashobkan isim dan merofa’kan khobar.
Misalnya, إنه لكثير المالِ بيدَ أنه بخيلٍ.


10 komentar:

  1. syukran sangat2 membantu.. terbaik

    BalasHapus
  2. Syukron. Atas ilmunya... Semoga bermanfaat

    BalasHapus
  3. boleh tak nak tahu rujukannya dari mana?

    BalasHapus
  4. Terimakasih sangat membantu. Jazakallaah khairo jaza.. 🙏

    BalasHapus
  5. JazakaLlah khairan katsiira. Terima kasih, tulisannya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  6. Assalamualaikum
    Maaf Ustadz tolong dicek kembali penjelasan hukum 2 mustasna. Penjelasan mustatsna minhu kelihatannya terbalik.

    BalasHapus